Langsung ke konten utama

Api Sejarah 1 & 2



Mahakarya Perjuangan Ulama & Santri dalam Menegakkan NKRI

Buku yang akan Mengubah Drastis Pandangan Anda
tentang Sejarah Indonesia

Sebuah Gugatan Historiografi Nasional


Harga buku Jilid I: Rp.125.000
Harga buku Jilid II: Rp 145.000,-



SINOPSIS:
Buku yang sungguh berani ini, pernah dinyatakan hilang dan terancam tidak jadi terbit ketika draft naskahnya "dicuri" oleh "peminjam tanpa permisi" saat seminar API SEJARAH di Gedung Juang '45, Pemerintah Kotamadya Sukabumi.

Melalui buku API SEJARAH 2 ini, Ahmad Mansur Suryanegara membongkar upaya deislamisasi penulisan sejarah Indonesia yang sudah berlangsung lama, sekaligus merumuskan rasa kepenasaran Anda akan kebenaran sejarah bangsa Indonesia.

***
AHMAD Mansur Suryanegara menerbitkan buku baru berjudul “Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI”. Dosen luar biasa di jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung dan UNPAD ini kembali membuka persoalan sejarah yang ditutup oleh rezim Orde Baru.

Sebagai informasi, buku “Api Sejarah” ini isinya membongkar sejarah yang disembunyikan, khususnya kezaliman kaum nasionalis dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, penghilangan jejak peran ulama dan organisasi Islam dalam menegakkan NKRI, dan membongkar perselingkuhan kaum priyayi dengan penjajah Belanda.

Pasti sangat mengagetkan. Mengapa? Karena jika dilihat dari tinjauan ilmu sejarah, karya Pak Mansur ini bisa disebut sebagai historiografi politik Islam Indonesia versi sejarawan lokal. Kebenaran isinya, tentu sangat tergantung dari data, fakta, dan analisa serta tafsir yang digunakannya. Pastinya akan “mengagetkan” mereka yang selama ini menjadikan buku-buku sejarah versi Nugroho Notosusanto, Asvi Warwan, Sartono Kartodirjo, dan lainnya, sebagai buku yang valid dalam sejarah Indonesia.

Mengapa mengagetkan? Karena isi buku ini menggabungkan antara sejarah Indonesia versi nasional dengan versi Islam. Salah satunya “gugatan” tentang hari kebangkitan nasional dan pembeberan beberapa organisasi pergerakan Indonesia yang sebenarnya tidak berjuang untuk Indonesia, tetapi untuk penjajah.

Si penulis menguraikan, didirikannya Boedi Oetomo adalah untuk menandingi gerakan umat Islam yang bernama Jamiat Choir (hal.319) dan Serikat Dagang Islamiyah di Bogor sebagai tandingan dari Syarikat Dagang Islam (hal.326) yang kehadirannya mengkhawatirkan eksistensi perekonomian dan kepentingan imperialisme Belanda. Juga tafsirnya tentang sang saka “Merah Putih” sebagai bendera Rasulullah saw.

Bahkan, Ahmad Mansur Suryanegara juga menyajikan fakta tentang penghinaan terhadap Rasulullah saw yang dilakukan Partai Indonesia Raja (Parindra) pimpinan Dr.Soetomo dengan menurunkan artikel di Madjalah Bangoen, 15 Oktober 1937 (hal.508). Lebih banyak lagi persoalan sejarah yang dibongkar dalam buku Api Sejarah ini.

Pendeknya, buku yang lebih dari 600 halaman ini dapat disebut semacam penulisan ulang sejarah Indonesia baru atau membongkar historiografi nasional Indonesia yang ditulis para sejarawan istana.

***


BERIKUT ini ada beberapa komentar tentang buku tersebut:

"Sungguh para pembaca sangat perlu menelaah buku API SEJARAH karya Ahmad Mansur Suryanegara ini karena merupakan fakta sejarah yang mengungkap kontribusi para Ulama dan Santri dalam memperjuangkan Islam dan bangsa Indonesia. Hal ini bisa menjadi teladan dan pendorong umat Islam di Indonesia untuk berperan sebagai pejuang bagi agama, bangsa, dan agama." (Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., Pimpinan Ponpes Modern Darussalam Gontor)

“Buku yang seharusnya menggugah kesadaran berbangsa pada pangkalnya… Prof. Mansur telah mendudukkan sejarah sungguh sebagai sejarah: bukan hanya catatan peristiwa masa lalu, melainkan peristiwanya itu sendiri. HISTORIA VITAE MAGISTRA itulah yang dipertahankan guru besar yang selalu saya kagumi ini.” (N.Syamsuddin Ch.Haesy, kolumnis dan pegiat pemberdayaan masyarakat)

"Sejarah memang sarat dengan kepentingan. Itu sebabnya, banyak manipulasi di dalamnya. Sayangnya, kesadaran sejarah di kalangan Umat Islam sangat rendah. Padahal, dahulu kita memiliki sejarahwan-sejarahwan unggul: Thabari, Mas'udi, Ibn Hisyam, Ibn al-Atsir, Ibn Khaldun, dan masih banyak lagi. Karena itu, buku yang ditulis Prof. Mansur sangat berharga untuk menjernihkan sejarah. Semoga banyak lagi sejarahwan Islam yang memiliki kepedulian seperti Prof. Mansur." (Prof.Dr.H.Afif Muhammad,M.A, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

"Sejarah adalah pohon dan pohon yang tumbuh di hutan belantara tetapi punya identitas, sering orang yang tidak seidentitas mau memahami pohon tersebut, akhirnya yang dipahami adalah cabang dan rantingnya, seangkan inti batangnya tidak, sejarah harus diakhronik tidak cukup dengan sinkronik, bukan begitu guruku?" (Aam Abdillah, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

“Prof. Mansur Suryanegaraa adalah seorang sejarawan simbolis. Ia seorang pembaca fakta simbol yang handal yang tak ada duanya di kalangan sejarawan, bahkan di seluruh dunia. Fakta sejarah di tangannya menjadi berwarna, unik, hidup, menunjukkan sisi-sisi yang tak terbaca dari sebuah fakta dan oleh karenanya sering mengejutkan. Ini yang tidak dimiliki para sejarawan lain. Sebagai pembaca simbol, ia sangat peka dengan fakat-fakta historis dan menangkapnya secara simbolik. Tapi, ini menghadirkan resiko. Bacaannya menjadi sering tak dimengerti oleh kalangan sejarawan konvensional. Buku dahsyat ini, tentu sangat historis dan berbasis tradisi ilmiah. Tapi, oleh Pak Mansur, dilengkapi dan dihidupkan dengan tatapan simbolik tersebut, menjadikannya menjadi enak dibaca, perlu bahkan wajib bagi yang ingin
sejarah Indonesia sesungguhnya. Ala kulli hal, saya tahu, buku ini disuguhkan dengan penuh takzim oleh beliau kepada segmentasi masyarakat yang sangat dihormatinya; Ulama. Untuk merekalah mahakarya ini didedikasikan. Generasi pembawa risalah nubuwah yang membawa pencerahan masyarakat melalui kebenaran dan spiritual enlightenment!" (Moeflich Hasbullah, Asisten dan murid Prof.Mansur SN di Jurusan SPI UIN Bandung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Wahdatul Wujud Syaikh Abdus Shamad Al-Palimban

Subjudul : Kajian kritis terhadap naskah Zâd al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita, Rasulullah saw., keluarga dan para sahabatnya. Zâd al-Muttaqîn fi Tauhîd Rabb al-`Âlamîn adalah salah satu karya terpenting Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani. Dikatakan demikian,karena dari segi kandungannya, karya yang masih berbentuk naskah manuskrip ini, merupakan satu-satunya karya al-Palimbani yang secara utuh memaparkan ajarannya tentang Wihdat al-Wujûd, sehingga kehadiran karya ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif dan menyeluruh tentang kerangka besar pemikiran sufistik al-Palimbani, terutama jika dikaitkan dengan pemikirannya dalam karya-karya sebelum dan sesudahnya. Sayangnya, karya ini belum dikenal, bahkan belum diketahui keberadaannya secara luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena memang naskah ini tidak tercantum dalam katalog-katalog naskah A

Yang Mengenal Dirinya-Yang Mengenal Tuhannya

Sebagai agama samawi yang terakhir dan paling komprehensif, Islam menekankan bahwa Tuhan sama sekali bersifat transenden dari ciptaan-Nya. Berkenaan dengan pernyataan ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata, ?Dengan rupa apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.? Namun, pada saat yang sama, mereka meyakini bahwa Tuhan juga bersifat imanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan, mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan kecuali melalui ciptaan-Nya. Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda, ?Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.? Jalâluddîn Rûmî, yang terkenal dengan puisi-puisi sufistiknya, kali ini menyusun aforisme-aforisme yang luar biasa indah dan dalam. Buku ini adalah salah satu magnum opus-nya. Jika Matsnawî dianggap sebagai karya puisi terbaik, maka buku ini, yang edisi bahasa Arabnya

Tauhid dan Sains Prof Osman Bakar

Dr Osman Bakar, ilmuwan Muslim Malaysia , melalui karyanya Tauhid dan Sains ingin menggambarkan relasi sains dan agama dengan mempromosikan relasi sains dan tauhid yang kemudian mengabsahkan istilah sains Islam. Dia berfokus pada kajian Islam non-orientalis yang berperspektif fundamentalis. Penemuan paling penting tentang sains Islam sebagaimana diuraikan dalam karya Profesor Hussein Nasr , menjadi rujukan utama. Melalui karya Nasr, Osman Bakar menyimpulkan, tidak ada satu metode pun dalam sains yang mengesampingkan metode lain. Terbukti, deretan ilmuwan profesional Barat sekelas R Oppenheimer, E Schrodinger, dan Fritjof Capra berpaling pada doktrin Timur dengan harapan menemukan solusi masalah di ujung perbatasan fisika modern (hal 85-86). Meskipun demikian, tidak berarti perbedaan fundamental antara konsepsi Islam dan konsepsi modern tentang metodologi sains lenyap. Ini terutama disebabkan metode ilmiah dalam sains modern (Barat) memiliki perbedaan epistemologi mendasar dari metode