Subjudul : Kajian kritis terhadap naskah Zâd al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita, Rasulullah saw., keluarga dan para sahabatnya. Zâd al-Muttaqîn fi Tauhîd Rabb al-`Âlamîn adalah salah satu karya terpenting Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani.
Dikatakan demikian,karena dari segi kandungannya, karya yang masih berbentuk naskah manuskrip ini, merupakan satu-satunya karya al-Palimbani yang secara utuh memaparkan ajarannya tentang Wihdat al-Wujûd, sehingga
kehadiran karya ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif
dan menyeluruh tentang kerangka besar pemikiran sufistik al-Palimbani, terutama jika dikaitkan dengan pemikirannya dalam karya-karya sebelum dan sesudahnya.
Sayangnya, karya ini belum dikenal, bahkan belum diketahui keberadaannya secara luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena memang naskah ini tidak tercantum dalam katalog-katalog naskah Arab dan Melayu di Nusantara. Ia hanya dikoleksi secara perorangan, dan itupun hanya terdapat pada dua tempat, di Palembang dan di kesultanan Buton.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji, dan sekaligus mempublikasikan pemikiran-pemikiran sufistiknya di dalam karya tersebut ke dalam sebuah buku, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi yang ingin lebih jauh mengenal pemikiran tasawuf Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani.
Sesuai dengan namanya Zâd al-Muttaqîn f î Tauhîd Rabb al-`âlamîn, maka sebahagian besar kandungan naskah 17 halaman ini berbicara tentang ilmu Tauhîd dan ajaran Wihdat al-Wujûd, yang di dalam istilah al-Palimbani, disebutnya dengan Wihdat al-Wujûd al-Muwahhid.
Ajaran ini dianggapnya sebagai ajaran Wihdat al-Wujûd yang benar, karena didasarkan pada pengalaman batin sang sufi, bukan hasil kontemplasi filosofis yang cenderung mengarah pada ajaran tauhîd yang panteistik.
Doktrin Wihdat al-Wujûd yang dikemukakan al-Palimbani ini, Dalam
konteks perkembangan pengamalan keagamaan di Nusantara pada
waktu itu, dapat dianggap sebagai upayanya untuk meluruskan praktek-
praktek pengamalan keagamaan yang dianggapnya sudah menyimpang
dari ajaran Islam yang benar.
Pandangan al-Palimbani tentang doktrin Wihdat al-Wujûd dalam karyanya
tersebut terlihat sangat menekankan aspek tanzîh (transendensi)Tuhan, dan mempertahankan dualitas antara Tuhan dan hamba-Nya. Sebagaimana ibn `Arabi, doktrin Wihdat al-Wujûd al-Palimbani berangkat dari dua konsep yang kemudian digabungkannya,
yaitu al-faidh (emanasi) dan al-zhill (bayangan). Menurutnya, meskipun alam merupakan emanasi (pancaran) dari wujud Muthlak, ia tetap
berbeda dari Tuhan itu sendiri. Hubungan keduanya seperti hubungan
antara benda dengan bayangannya. Meski benda tersebut hampir
tidak dapat dibedakan dengan bayangannya, keduanya tetap tidak
sama.
Kesimpulan tentang ajaran Wihdat al-Wujûd al-Palimbani ini bukanlah hal baru, karena sudah pernah diungkapkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Akan tetapi, kajian langsung terhadap karyanya yang memang khusus membahas tentang ajaran tersebut, dan kemudian disertai dengan suntingan terhadapnya, sebagai bukti otentik
atas pemikirannya, agaknya masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, buku ini mencoba melengkapi khazanah pengetahuan Islam tentang hal terkait, dengan mendasarkan kajian pada salah satu naskah karangannya yang ditulis pada abad ke-18 ini.
Kajian ini akan terasa lebih bermakna jika dikaitkan dengan masih langkanya kajian filologis terhadap naskah-naskah keagamaan (khususnya naskah tasawuf) di Indonesia, sehingga kehadiran buku ini diharapkan dapat mendorong minat peneliti agama terhadap kajian-kajian naskah, karena masih terdapat ratusan naskah kuno yang
tidak dan belum pernah tersentuh sampai sekarang ini. Untuk naskah Arab saja misalnya, masih terdapat antara 400 sampai 500 buah naskah yang belum diteliti sama sekali. Khazanah inilah yang sangat memerlukan perhatian secara khsusus dari sarjana-sarjana IAIN yang dianggap ahli dan ilmu-ilmu agama dan memiliki kemampuan berbahasa Arab.
Penulis sangat menyadari bahwa kajian yang dilakukan dalam buku ini belumlah sempurna. Buku ini masih terlalu kecil untuk mengungkapkan semua pemikiran sufistik al-Palimbani di dalam naskah tersebut. Akan tetapi, dengan tidak bermaksud mengurangi rasa ta’zhîm dan cinta penulis kepada beliau, maka dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mencoba untuk mengelaborasi pemikiran-
pemikirannya itu ke dalam sebuah buku yang sederhana ini, agar karya besar seorang tokoh sufi legendaris ini dapat dikenal dan bermanfaat
bagi masyarakat luas.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita, Rasulullah saw., keluarga dan para sahabatnya. Zâd al-Muttaqîn fi Tauhîd Rabb al-`Âlamîn adalah salah satu karya terpenting Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani.
Dikatakan demikian,karena dari segi kandungannya, karya yang masih berbentuk naskah manuskrip ini, merupakan satu-satunya karya al-Palimbani yang secara utuh memaparkan ajarannya tentang Wihdat al-Wujûd, sehingga
kehadiran karya ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif
dan menyeluruh tentang kerangka besar pemikiran sufistik al-Palimbani, terutama jika dikaitkan dengan pemikirannya dalam karya-karya sebelum dan sesudahnya.
Sayangnya, karya ini belum dikenal, bahkan belum diketahui keberadaannya secara luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena memang naskah ini tidak tercantum dalam katalog-katalog naskah Arab dan Melayu di Nusantara. Ia hanya dikoleksi secara perorangan, dan itupun hanya terdapat pada dua tempat, di Palembang dan di kesultanan Buton.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji, dan sekaligus mempublikasikan pemikiran-pemikiran sufistiknya di dalam karya tersebut ke dalam sebuah buku, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi yang ingin lebih jauh mengenal pemikiran tasawuf Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani.
Sesuai dengan namanya Zâd al-Muttaqîn f î Tauhîd Rabb al-`âlamîn, maka sebahagian besar kandungan naskah 17 halaman ini berbicara tentang ilmu Tauhîd dan ajaran Wihdat al-Wujûd, yang di dalam istilah al-Palimbani, disebutnya dengan Wihdat al-Wujûd al-Muwahhid.
Ajaran ini dianggapnya sebagai ajaran Wihdat al-Wujûd yang benar, karena didasarkan pada pengalaman batin sang sufi, bukan hasil kontemplasi filosofis yang cenderung mengarah pada ajaran tauhîd yang panteistik.
Doktrin Wihdat al-Wujûd yang dikemukakan al-Palimbani ini, Dalam
konteks perkembangan pengamalan keagamaan di Nusantara pada
waktu itu, dapat dianggap sebagai upayanya untuk meluruskan praktek-
praktek pengamalan keagamaan yang dianggapnya sudah menyimpang
dari ajaran Islam yang benar.
Pandangan al-Palimbani tentang doktrin Wihdat al-Wujûd dalam karyanya
tersebut terlihat sangat menekankan aspek tanzîh (transendensi)Tuhan, dan mempertahankan dualitas antara Tuhan dan hamba-Nya. Sebagaimana ibn `Arabi, doktrin Wihdat al-Wujûd al-Palimbani berangkat dari dua konsep yang kemudian digabungkannya,
yaitu al-faidh (emanasi) dan al-zhill (bayangan). Menurutnya, meskipun alam merupakan emanasi (pancaran) dari wujud Muthlak, ia tetap
berbeda dari Tuhan itu sendiri. Hubungan keduanya seperti hubungan
antara benda dengan bayangannya. Meski benda tersebut hampir
tidak dapat dibedakan dengan bayangannya, keduanya tetap tidak
sama.
Kesimpulan tentang ajaran Wihdat al-Wujûd al-Palimbani ini bukanlah hal baru, karena sudah pernah diungkapkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Akan tetapi, kajian langsung terhadap karyanya yang memang khusus membahas tentang ajaran tersebut, dan kemudian disertai dengan suntingan terhadapnya, sebagai bukti otentik
atas pemikirannya, agaknya masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, buku ini mencoba melengkapi khazanah pengetahuan Islam tentang hal terkait, dengan mendasarkan kajian pada salah satu naskah karangannya yang ditulis pada abad ke-18 ini.
Kajian ini akan terasa lebih bermakna jika dikaitkan dengan masih langkanya kajian filologis terhadap naskah-naskah keagamaan (khususnya naskah tasawuf) di Indonesia, sehingga kehadiran buku ini diharapkan dapat mendorong minat peneliti agama terhadap kajian-kajian naskah, karena masih terdapat ratusan naskah kuno yang
tidak dan belum pernah tersentuh sampai sekarang ini. Untuk naskah Arab saja misalnya, masih terdapat antara 400 sampai 500 buah naskah yang belum diteliti sama sekali. Khazanah inilah yang sangat memerlukan perhatian secara khsusus dari sarjana-sarjana IAIN yang dianggap ahli dan ilmu-ilmu agama dan memiliki kemampuan berbahasa Arab.
Penulis sangat menyadari bahwa kajian yang dilakukan dalam buku ini belumlah sempurna. Buku ini masih terlalu kecil untuk mengungkapkan semua pemikiran sufistik al-Palimbani di dalam naskah tersebut. Akan tetapi, dengan tidak bermaksud mengurangi rasa ta’zhîm dan cinta penulis kepada beliau, maka dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mencoba untuk mengelaborasi pemikiran-
pemikirannya itu ke dalam sebuah buku yang sederhana ini, agar karya besar seorang tokoh sufi legendaris ini dapat dikenal dan bermanfaat
bagi masyarakat luas.
Komentar