Langsung ke konten utama

Yang Mengenal Dirinya-Yang Mengenal Tuhannya

Sebagai agama samawi yang terakhir dan paling komprehensif, Islam menekankan bahwa Tuhan sama sekali bersifat transenden dari ciptaan-Nya. Berkenaan dengan pernyataan ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata, ?Dengan rupa apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.? Namun, pada saat yang sama, mereka meyakini bahwa Tuhan juga bersifat imanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan, mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan kecuali melalui ciptaan-Nya. Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda, ?Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.?

Jalâluddîn Rûmî, yang terkenal dengan puisi-puisi sufistiknya, kali ini menyusun aforisme-aforisme yang luar biasa indah dan dalam. Buku ini adalah salah satu magnum opus-nya. Jika Matsnawî dianggap sebagai karya puisi terbaik, maka buku ini, yang edisi bahasa Arabnya berjudul Fîhi mâ Fîhi, adalah yang terbaik dalam bentuk aforisme sufistik. Le-wat aforisme ini, kita seperti sedang bertatap muka dengan Maulanâ, berbincang-bincang, dan diajak untuk merenungi hakikat eksistensi. Ia memberi ragi bagi pencarian bentuk eksistensi kita sebagai manusia. Buku ini nampak tersusun sebagai sebuah risalah petunjuk bagi para penempuh jalan sufi, sehingga bab demi babnya terasa sebagai sebuah kurikulum yang tersusun rapi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Swordless Samurai-Samurai Sejati

Jepang abad ke-16 merupakan zaman pembantaian dan kegelapan. Zaman dimana satu-satunya hukum yang ada adalah hukum pedang. Dalam tatanan masyarakat hierarkis yang kaku dan melarang keras penyatuan kelas sosial, Hideyoshi lahir sebagai seorang anak petani miskin. Hideyoshi yang hanya setinggi 150 senti dan berbobot lima puluh kilogram serta tidak memiliki kemampuan bela diri, tampaknya mustahil untuk menjadi seorang samurai. Tetapi dialah yang menjadi pemenang tunggal dari perang berkepanjangan dan berhasil menyatukan negeri yang sudah tercabik-cabik selama lebih dari 100 tahun. Dialah Sang Samurai Tanpa Pedang. Ditulis dengan gaya bertutur dari sudut pandang pihak pertama, seolah-olah buku ini merupakan memoar Hideyoshi, sehingga kita akan terbawa ke dunia di mana Toyotomi Hideyoshi hidup. Aku tinggal di Jepang selama lebih dari satu dekade, dan di sana The Swordless Samurai adalah bacaan berharga bagi siapa saja — Ken Belson, New York Times rincian: 280 halaman, Harga buku Rp....

Daftar Toko Buku di Jakarta-Hampir Lengkap

No Nama Toko Buku 1 Ananda  Jl. K. No. 5A Teluk Gong 2 Anggrek  Jl. Tebah II/29 Mayestik 3 Angkasa  Jl. Salemba Tengah 36-38 4 Armico  Komp. Maya Indah Jl. Kramat Raya No. 3 5 Aya Media Pustaka  Wijaya Grand Center Blok C/2 6 Ballyson  Jl. Kompleks Grogol Permai Blok H/29 7 BPK Funung Mulia  Jl. Kwitang 22-23 8 Chalenger  Jl. Jelambar Utara III/6-7 Blok C 9 Cita Mulia  Jl. Perkapuran II No. 27/1H 10 Damai  Jl. Gajah Mada 219A 11 Flam-In  Jl. Kramat Raya No. 3H Komp. Maya Indah 12 Gading Indah  Kelapa Gading 13 Gracia  Jl. Jati Waringin 99A 14 Gracia  Jl. Niaga Swalayan Kalimalang 15 Gramedia Asri Media  Jl. Pintu Air No. 72 Pasar Baru 16 Gramedia Asri Media  Jl. Matraman Raya 46-50 17 Gramedia Asri Media  Mall Pondok Indah Blok D Lt. I Jl. Metro Pondok Indah 18 Gramedia Asri Media  Jl. Melawa...

Profil Penerbit Kanisius

Sekilas Sejarah 26 Januari 1922, sebuah percetakan bernama Canisius Drukkerij didirikan di Yogyakarta sebagai sebuah karya misi. Percetakan ini membantu menyediakan buku-buku pelajaran bagi sekolah kaum pribumi serta buku-buku doa bagi Gereja Katholik di Indonesia. Sekitar 1928, Canisius Drukkerij mencetak beberapa majalah pergerakan, seperti Tamtama Dalem dan Swaratama yang memberi kontribusi penting dalam perjuangan kaum muda di Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Di awal kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mempercayai Percetakan Kanisius untuk mencetak ORI, Oeang Republik Indonesia. Itulah pertama kalinya ORI dicetak dan diedarkan sebagai alat perjuangan mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia, Indonesia memasuki era baru: "Proses Indonesianisasi". Percetakan Kanisius, memberikan kontribusi dalam Proses Indonesianisasi, dengan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Indonesia. Sejak saat itu,...